Senin, 31 Januari 2011

BELIEBERS FOREVER

jiahaha.. banyak yang bilang aku itu SMASHBLAST. hahaha, kagak kok, aku juga Beliebers. malahan otakku uda full Justin Bieber habis kagak nahan se.. sama si Bieber itu.. aku baru jadi Beliebers sejak liat vc. One Less Lonely Girl
Add caption

why you hate SM*SH??

SM*SH
aneh deh sama orang orang yang skarang jadi HATERS. ehm.. kenapa yaa... kok malah membenci SM*SH justru kalian bangga dong dengan adanya boyband di Indonesia. halah, aneh anrh juga ya. Tapi ya yang buat SMASHBLAST yang sabar aja ya.

Cerpenku..

Aku dan Segalanya dihidupku

Perlahan aku berjalan menaiki  jalan setapak menuju sebuah danau, bau tanah dan rintik hujan menemaniku menjelajahi petualangan tersebut, aku  tersenyum melihat sesosok pria telah menungguku. Aku  mempercepat langkahku, mencoba menggapainya lebih cepat. Tak peduli hujan yang semakin deras, dan beceknya tanah khas pedesaan mengotori rok panjang putihku.“DOR~! Hayo, nglamunin aku ya!” ujarku berniat mengagetkannya. “Kamu kok telat banget sih? Tuh kan, udah tambah gelap. Lilinnya udah mati semua.. Kena air hujan tuh!”, jawabnya sambil menatap terus kearah lilin-lilin kecil, yang telah padam terkena air hujan.
Llin berwarna merah, warna kesukaanku, jawabnya sambil terus menatap terus kearah lilin-lilin kecil yang beberapa telah padam terkena air hujan. Lilin berwarna merah, warna kesukaanku, yang telah ditatanya sedemikian rupa membentuk hati.Ya, memang. Lilin-lilin itu sangat indah. Aku melihatnya sekilas sebelum semuanya mati satu persatu. Namun, menurutku lebih indah melihat senyumannya daripada lilin-lilin yang telah padam tersebut. Jauh lebih nyata dan indah, itu kosakataku sendiri.“Aneh, ya? Tadi tuh di sekolah panas banget! Sekarang disini hujan lebat..”, ujarku memperbaiki suasana yang sepi itu.
“Haha… Matahari sama hujan kuatan matahari kali.. Buktinya matahari belum mati setelah miliaran tahun hidup menemani manusia, sedangkan hujan dalam beberapa hari dapat hilang”, jawabnya panjang lebar.“Kamu lama nunggu ya? Aku minta maaf banget!”, katamu memohon. “Nggak kok, baru ajaa.. Aku Cuma bercanda tadi”, sambil nyengir kuda.“Maaf ya, kemarin aku nggak bisa menemani kamu check up ke dokter. Maklum kemarin ada pengayaan.. Gimana kata dokter?”, tanyaku dengan lembut namun dengan nada khawatir.“Nggak papa kok. Aku ‘baik’ . Aku akan selalu baik kalo ketemu sama kamu..”, ujarnya. Sekali lagi dengan senyuman jahil khasnya. “Yaaa.. Maunyaa…”Yah… Aku tahu keadaannya. Dia kuat diluar, namun rapuh didalam.
Entah apa yang membuatnya selalu tegar menghadapi cobaan tersebut.Seolah kehabisan kata-kata, kita hanya terdiam. Sore itu, kamu dan kekasihmu, Rangga, mengunjungi danau itu untuk yang kesekian lainnya. Itu adalah danau favorit kita. Tempat dimana kita pertama bertemu, berkenalan, bahkan mengerjakan segala sesuatu bersama-sama.Danau Abadi. Yah.. Begitulah Rangga menamakan danau itu. Memang terdengar aneh, beberapa kali aku  menanyakan mengapa dia menamakannya seperti itu. Dan Rangga menjawab, “Agar nanti saat aku tak ada kamu tetap dapat mengenangku disini. Dimana kamu dapat mengenang masa-masa awal kita bertemu, sampai saat ini”.
Sekali lagi, dia menjawabnya dengan senyum jahil khasnya.“Kamu pernah nyadar gak tentang sesuatu di danau ini?”, tanya Rangga.“Nyadar apaan? Perasaan selama 4 tahun kita pacaran, keadaan danau ini sama aja deh..”, katamu.“Dasar nggak peka! Itu loo.. Berang-berangnya.. Aneh aja, masa musim panas main di danau..”, jelasnya.“Apanya yang aneh? Perasaan dari dulu deh kayak gitu..”, ujarmu nggak ngerti.“Bukan itu maksudku. Mereka itu kan sepasang. Dari dulu aku perhatiin mereka itu saling setia rasanya. Mereka nggak gonta-ganti pasangan. Kamu mau nggak, kalo aku udah nggak ada nanti, kamu mau kan cari orang lain buat jagain kamu? Yang lebih sehat, yang nggak sakit-sakitan?”Pertanyaannya membuatku tereyuh.
“Aku gak pernah kepikiran hal itu”, batinmu. “Dulu, Rangga itu optimis,Rangga  itu tegar, kemana Rangga yang dulu?”, tanyaku kepada Rangga.“Sebentar, aku belum selesai bicara. Aku hanya berjaga-jaga. Nanti kalau aku sudah tidak ada, supaya kamu tak ragu untuk mencari penggantiku”, jelasnya dengan nada lirih.“Rangga.. Kamu harus optimis. Coba lihat matahari itu. Dia memang selalu terbit dan terbenam tiap hari. Ibaratkan matahari itu kamu. Itu tandanya kalau ada terang kan setelah gelap! Pasti ada harapan buat kamu, sekecil apapun itu!”, ujarku.“Aku nggak bakal baik-baik aja, kalau kamu pergi, Rangga. Aku membutuhkanmu. Kita semua, sekolah, sahabat kita, semua membutuhkanmu..”, ujarku.
 Namun Rangga hanya menanggapinya dengan senyuman nan tak ikhlas.Rangga selalu berjanji akan selalu menjagaku, di sisa umur hidupnya di dunia ini. Dia hanya tersenyum saat aku memintanya menjagaku selamanya.Kita kembali terdiam, menatap air danau yang tampak kekuningan, yang membiaskan cahaya matahari yang tenggelam. Daun-daun kuning mulai berjatuhan, tanda tak kuat lagi menahan derasnya air hujan.“Pulang yuk, kamu nanti sakit, soalnya udah sore. Aku juga harus minum obat, biar bisa jagain kamu selamanya”, sekali lagi diar berkata sambil tersenyum jahil.Kita berjalan menyusuri jalan setapak menuju rumah. Maklum kita bertetangga. Namun kali ini dengan saling bergandengan tangan. Aku menggenggam jemarinya erat-erat. Seakan takut kehilangannya.
                Keesokan paginya,Semilir angin mengiringi langkah kalian berdua, menuju gedung SMA kita.  sekolah kita yang telah menjadi rumah kedua untuk menghabiskan waktu berduaan.“Pagii Abang  Rangga” “Pagii Kak” “Morning Kak temben”Selalu begitu. Setiap pagi tidak ada yang tidak menyapa Rangga jika berpapasan. Rangga orang yang ramah, begitu komentar orang yang pernah kenal Rangga. Mereka menyukai Ranga karena kesupelannya dalam bergaul. Mereka berkata bahwa aku beruntung mendapatkan Rangga. Dan aku setuju dengan pernyataan itu.“Pagi Wulan”, sapa cowok yang rupanya bernama Bisma.Bisma adalah sahabatku daRangga, tempat  curhat jika ada rasa kesal antara aku dan Rangga, Bisma bisa dibilang orang yang menjodohkan kita  sekaligus dokter cinta kita.“Jangan panggil aku Wulandong. Aku kan bukan cewek..”, protesRangga.
Aku hanya bisa tersenyum gelid an menimpali,  Bisma ”Rangga.. Main basket yuk! Aku pengen nyoba ngalahin kamu.. Masa seminggu ini aku terus yang kalah?” “Nggakpapa dong..”, ujarRangga. “Mau main ngak nih?”, ujarku menengahi perdebatan. “Kamu bolehin nggak?”, tanyanya. Aku hanya mengangguk kecil tanda mengijinkan.“Oke Bisma … Ayo!”, ujar Rangga. Lagi-lagi dengan senyuman khasnya. Rangga segera merebut bola basket dari tangan Bisma, mendribblenya, dan meng-SHOOT-nya. Rupanya masuk. 3 point! DIa pun segera melompat-lompat, lalu membuka bajunya, dan memutar-mutar bajunya di udara. Layaknya orang yang baru mendapat uang US$100M.“Berapa lama lagi dia sanggup bertahan dalam situasi seperti ini ya Tuhan?”, batinku.
Aku tahu bahwa Rangga berada di masa-masa sulit. Aku tahu betul bahwa dia mendapatkan sesuatu hal yang tidak diinginkan. Aku sudah berjanji tidak akan menangis mengingat tentang Rangga, namun mataku tidak ingin bekerja sama. Air mataku sudah menetes. Besok, sekarang, maupun tahun depan, dia pasti akan pergi. Aku  tidak sanggup menerima kenyataan tersebut. Rangga sudah mau bertahan untukku, untuk menjagaku, untuk pengorbanannya aku ucapkan terima kasih.aku  tak ingin Rangga  mengetahui bahwa aku sedang menangis, maka aku segera berlari menuju kelas.
Aku mendengar suara Rangga, mengalun dari suatu ruangan. Yang menciptakan suatu harmoni, kesimetrisan antara suara Rangga dan piano berdenting yang sedang dia mainkan. Aku  membuka pintu ruangan itu dan menemukan sosok Rangga yang sedang duduk memainkan pianonya dengan semangat. Aku  mengamatinya tanpa berkedip. Setelah aku sadar dari lamunanmu, aku melihatnya  meberi isyarat untuk duduk disebelahnya, tiba-tiba jemarimu ikut bermain dalam tuts-tuts hitam putih itu, memainkan piano itu berdua. Tak lupa berduet lagu tersebut. Yang menyemburkan seni yang lebih indah daripada sebelumnya. Yang membuat semua dalam ruangan itu bergidik, serasa mendengar suara dari surga.
                Prok prok prook…………“Ciee… Tempat pacarannya pindah…. Yang dulu danau sekarang ruang kesenian…”, ledek Rafael.“Romeo Juliet kita tambah kompak aja nih… Prikitiew…”Semua teman-temanmu menggodamu, tentu saja pipiku  langsung merona merah karena malu. Mereka semua adalah tim teater SMAku, kita memang latihan langsung di gedung kesenian ini, untuk pementasan drama musikal kalian minggu depan, Romeo dan Juliet.
Setelah Bu Prita, guru pembimbing kami datang, kami segera mulai latihan.aku  pun merasa lega, karena terbebas dari ocehan dan godaan tidak bermutu , yang berasal segerombol anak teater yang mulutnya memang sudah terkenal jahilnya satu sekolahan.Kebetulan aku dan Rangga dipasangkan menjadi Romeo dan Juliet dalam drama tersebut, untuk sementara latihan masih berjalan lancar.Sampai ending, semua mata masih beronsentrasi mengamati aktingku dan Ranggs, menanti bagian yang paling penting. Semua fokus dan tampang serius, namun ada juga pihak yang tidak serius…Lihatlah! Apa yang akan dilakukan Rangga kali ini ?“Juliette sayang,,,”, panggilnya lembut.“Yaa??”“Tolong… Aku minta tolong sama kamu.. Ini menyngkut hidup aku selamanya…”, ujarnya serius.“Ucapkan saja apa yang kamu butuhkan, maka aku sebagai wanita yang mencintaimu akan menolongmu, Romeo-ku..”, jawabmu.“Tolong bayarin pizza di tukang depan sekolah dongs….”, ujar Rangga memelas..“HAHAHAHAHAHAHAHAHA…”, semua tertawa keras.“Romeo-nya kere!”, komentar salah satu siswi.
Rangga hanya bisa nyengir tanpa dosa dan menggaruk-garuk belakang kepalanya, yang sama sekali tidak gatal.“Kamu ini bercanda saja… Sudah-sudah, latihannya kita lanjutkan besok, kesuluruhan sudah bagus, tingkatkan lagi, dan jangan main-main”, ujar Bu Prita.Lihatlah, lihatlah tingkah laku Rangga.Padahal baru beberapa menit lalu dia menghapus darah segar yang mengalir dari hidungnya, dan dia masih bisa membuat keceriaan di ruangan ini. Membawa kebahagiaan bagi kalian, tim teater.“Arrgh.. God.. Kalau boleh.. Dapatkah aku menggantikan posisinya?”, batinku sedih. 
Hari berganti hari, dan minggu pun terus berganti. Hari pementasan pun tiba. Kita didandani dengan kostum bak pangeran dan putri, dan make-up artis terkemuka langganan artis ibu kota.Panggung megah yang didekorasi seperti berada di Italia sana, dekorasi yang menurutmu terlalu megah untukku danRangga, membuat kita semakin gugup.Rangga  pun berkeinginan menenangkanku, “Lihatlah ke arah kanan. Akan ada Romeo yang kau cintai. Saat ini kamu adalah Juliette-ku, dan aku adalah Romeo-mu. Ulurkanlah tanganmu, dan ingatlah, disana ada Romeo yang kamu cintai. Romeo yang berjanji menjagamu selamanya, sampai maut tak berani memisahkan kita. Kamu tak sendirian. Aku pun begitu. Aku punya kamu di sini”, seraya memegang tanganku dan meletakkannya di dada Rangga.
Panggung yang berdekor megah, membuatku berdebar-debar saat menjalani lorong gelap menuju panggung tersebut. Kata-kata Rangga masih terngiang di benakmu, “Ulurkanlah tanganmu, maka ada Romeo yang kamu cintai”. Semua arahan dari Bu Prita terselesaikan hari ini. Bu Prita terlihat memasang senyum terindahnya untuk tim asuhannya.Adegan demi adegan terlihat sangat alami, karena adanya dukungan dari orang-orang sekelilingku, tanpa godaan-godaan nakal anggota teater lain. Setiap pemain terlihat serius.Tibalah saat yang paling ditunggu-tunggu, yaitu pada saat ending. Sempat terbesit di pikiranku bahwa Rangga akan memintaku melunasi hutangnya di tukang pizza.
Kini Rangga sedang berakting, seolah mencariku, Sang Juliet-nya..Sampai akhirnya kita bertemu, dibawah sebuah pohon rindang, di suatu malam yang bertabur bintang nan terang.“Kamu tahu, bahwa aku ingin terus menjagamu di sisa hidupku. Aku selalu menginginkanmu di saatku terpuruk, saat senang, saat sepi, saat tawa, saat tergelap dan terangku, namun satu hal yang harus kamu ingat. Bila ujung waktuku tiba, bila aku harus meninggalkanmu sendiri, pergi dari dunia ini, ada pengecualian. Aku tidak ingin kamu menemani aku. Masa depanmu masih panjang, aku tak memintamu tetap disisiku selamanya.”
Semu terdiam, suasana gedung menjadi sepi senyap, laksana malam di kisah.“Bukan! Ini bukan dialognya, kamu salah”, dalam hatiku berkata.Aku sempat panik dan menginjak kakinya, namun Rangga tetap menatap mataku yang hitam legam tanpa bergeming,“Aku bukan lelaki yang patut kamu cintai. Aku bukan Romeo, yang bodoh, yang harus menyerah pada takdir, untuk mendapatkan yang diinginkannya. Aku hanyalah lelaki yang berserah kepadaNya dan tidak mau mengikuti apa keinginan dagingku. Kamu pun juga bukan Juliette, yang tidak patuh kepada orang tuanya.Kamu buka Juliette yang harus mengakhiri hidup menenggak racun untuk menemui Romeo-nya yang belum tentu jodohnya. Jika waktuku tiba nanti, tetaplah berjuang melanjutkan hidupmu, Julietteku sayang. Sebarkanlah cinta kita, bahwa cinta adalah hal yang sederhana. Yang tidak perlu ditukar dengan nyawa. Kamu hanya cukup mengenangnya di sini”, ucapnya seraya meletakkan tanganku didadanya.
Aku mendadak terdiam. Dialognya memang salah, namun aku dapat melihat, bahwa dia dapat membuat ratusan mata berlinang air mata. Tidak tua, tidak muda, laki-laki, maupun perempuan, merasa terharu dengan ucapannya. Termasuk Bu Prita yang tadi sempat memelototi Rangga.Tiba-tiba Rangga, menubrukku, dan memelukku dengan erat. Air mataku pun tak dapat ditahan lagi dan aku menangis, tak peduli jika riasanku terhapus. 
Sejenak, aku masih mengira Rangga masih berakting, namun tubuhnya memberat, dan darah segar membasahi jas sutranya yang berwarna putih. Kamu tak kuasa menopang berat tubuhnya, dan Rangga perlahan jatuh dari pelukanmu. “Rangga, kamu kenapa Rangga…?”, teriakku histeris. Beberapa orang di gedung itu menghampiri. Tubuh lemah Rangga digotong beberapa orang menuju sebuah rumah sakit yang terbaik di kotaku. Drama musical ditutup dengan ending yang tidak jelas.
                “Arggh.. Tuhan.. sakit…”, erangnya. Aku  terbangun, bau morfin dan obat bius lainnya menyambut kedatanganku dari wisata dunia mimpi. aku melirik jam tangan pemberian Rangga, pukul 23:40. 20 menit lagi tanggal 6 Januari, hari ulang tahun Rangga yang ke 23.“Kamu gakpapa, Rangga?”, tanyaku khawatir.‘Aku selalu ‘baik’ kok..”, katanya. Aku  tak kuasa menahan tangismu, “Nggak papa gimana? Kamu tadi pingsan ! Pingsan! Aku gak mau kehilangan kamu! Aku nggak siap!”, teriakku histeris.“Jangan nangis sayang.. Aku sayang kamu, dan aku tahu kamu juga sayang kamu. Aku mau ngrayain ulang tahun aku”, ucapnya lembut seraya menghapus air mataku menggunakan jemarinya yang ramping.“Nggak nyangka yaa.. Mama sudah nglahirin aku 23 tahun lalu, dan sekarang aku seperti ini. Aku sudah sebesar ini, punya pacar yang baik dan pengertian seperti kamu. Aku udah bertahan 6 tahun dari penyakit sialan ini. Jujur aku capek. Kalau nggak ada kamu aku nggak tau bakal jadi apa.”, jelas Rangga.
Aku  tak dapat membendung lagi air mata kamu dan menangis lagi.“Kamu ngomong apa sayang?” suaraku bergetar semakin hebat, tangisku tak dapat reda.“Sayang jangan nangis. Nyanyi dong buat aku. Buat ulang tahun aku..”, ajak Rangga yang sudah kebingungan bagaimana cara menenangkanku.“Tapi nggak pake nangis..”, tambahnya lagi.Aku menatap matanya, matanya selalu teduh dan indah. Kita memang telah membahas tentang ini ratusan kali, jika Rangga pergi, membahas bagaimana kelanjutan kisah cintaku. Rangga  selalu menyisipkan pesan dan semangat disetiap pembicaraan kita, namun ternyata sulit sekali. Saat ini aku merasa bahwa Rangga akan pergi meninggalkanku  dan kamu berharap Tuhan berbaik hati untuk mencabut nyawaku juga. Kamu bernyanyi pelan, dan kamu menangis lagi. “you know me so well boy, I need you… boy, I love you.. boy I HEART YOU….”
Saat laguku usai, aku melihat jam tanganku, pukul 00.03. “Happy birthday,Rangga.. Happy birthday,Rangga.. Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Ranggaa…”ucapku lirih, namun tetap dengan tangis berderai. Aku dapat merasakan mata Rangga menutup perlahan, tangannya yang mendingin, dan wajahnya yang memucat.Monitor pendeteksi detak jantung di sebelah tempat tidur berubah menjadi garis lurus..“Makasih, udah mau bertahan selama ini buat aku”, kataku. Aku mengecup pipi Rangga, dan duduk di sampinnya. Aku  merasa pandanganku  menjadi gelap. Semua menjadi samar, dan rohku beringsut meninggalkan ragamu, menjadi ringan dan damai. Ya, aku telah menyusul Rangga ke sana. Melanjutkan kisah cintaku bersamanya.. selamanya…..




Minggu, 30 Januari 2011